Beranda | Artikel
Ruqyah, Pengobatan Pilihan Utama
Kamis, 18 Februari 2021

—-

  1. Dalam menghadapi penyakit, hendaknya kita bersabar, mengharap pahala, serta berobat, di antaranya dengan ruqyah.
  2. Ruqyah banyak dipraktikkan oleh Nabi, terdiri dari doa-doa memohon perlindungan dan kesembuhan dari berbagai penyakit, tidak sebatas karena gangguan jin.
  3. Ruqyah dapat dilakukan oleh setiap muslim, tidak harus ustaz / kiayi. Pada asalnya meruqyah diri sendiri lebih baik.
  4. Agar ruqyah sesuai syariat:
    1. Harus berasal dari ayat Al-Quran, nama dan sifat-Nya, serta doa dan dzikir yang diajarkan oleh Nabi.
    1. Dilafadzkan dalam bahasa Arab atau kalimat yang bermakna, bukan jampi-jampi yang seperti doa.
    1. Harus meyakini bahwa kesembuhan tetap atas izin Allah, bukan pada ruqyahnya maupun peruqyahnya.  Berserah diri hanya kepada Allah.
    1. Tidak mengandung sihir dan tidak dibaca oleh seorang penyihir.

“Sesungguhnya Allah menurunkan berbagai macam penyakit dan penawar, dan Allah jadikan pada tiap penyakit itu ada obatnya, maka berobatlah, namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram”

(H.R. Abu Dawud)

—-


Datangnya penyakit atau gangguan kesehatan merupakan hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Di samping bersabar dan selalu mengharap pahala dari musibah penyakit yang menimpa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk berobat, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya Allah menurunkan berbagai macam penyakit dan penawar, dan Allah jadikan pada tiap penyakit itu ada obatnya, maka berobatlah, namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram” (H.R. Abu Dawud, Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini shahih dengan penguat-penguat yang ada).

Hadits di atas menunjukkan rahmat dan belas kasih Allah bagi hamba-Nya. Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Allah sediakan pula obatnya. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk berusaha berobat mencari kesembuhan, namun dengan cara yang Allah halalkan.

Ruqyah Metode Pengobatan Nabi

Berbagai cara pengobatan dapat ditempuh seseorang yang menderita penyakit. Ada yang berobat dengan mendatangi dokter dan meminum obat-obat kimia, atau dengan terapi obat herbal dan pengobatan tradisional, namun ada pula yang berobat dengan cara yang Allah haramkan, semisal berobat kepada dukun, bantuan sihir, dan metode-metode lainnya yang Allah haramkan.

Dari metode-metode pengobatan yang beraneka ragam, terdapat metode pengobatan yang telah banyak ditinggalkan, padahal metode ini adalah metode yang banyak dipraktikkan oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yaitu metode “ruqyah syar’iyyah” (ruqyah yang sesuai syariat).

Ruqyah, cara pengobatan yang banyak dilupakan…

Ruqyah adalah doa-doa yang dibacakan untuk memohon perlindungan dan kesembuhan dari berbagai penyakit, seperti demam, kerasukan, dan penyakit-penyakit lainnya (Ibnul Atsir dalam An-Nihayah dan Ibnu Farits dalam Mu’jam Maqooyisil Lughoh). Doa-doa yang dibacakan dalam ruqyah dapat berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir-dzikir, maupun doa-doa yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang secara khusus diniatkan untuk memohon perlindungan atau kesembuhan dari suatu penyakit.

Bukan sekadar “pengobatan alternatif”

Kebanyakan orang menganggap ruqyah hanyalah pengobatan alternatif dan identik sebagai pengobatan yang terbatas untuk gangguan-gangguan ghaib. Anggapan ini adalah anggapan yang keliru, karena definisi ruqyah adalah doa-doa yang diniatkan untuk memohon kesembuhan/pencegahan dari berbagai penyakit, tidak sebatas karena gangguan jin. Contohnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meruqyah orang yang demam, terkena racun, dan mengalami luka. Oleh karena itu, ruqyah dapat dilakukan untuk mengobati berbagai penyakit fisik, tidak terbatas penyakit-penyakit akibat gangguan jin.

Di sisi lain, banyak orang meremehkan ruqyah dan menganggapnya sebagai “opsi pengobatan terakhir” yang baru dilakukan jika pengobatan-pengobatan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Hal ini juga merupakan kekeliruan, ruqyah justru merupakan pilihan pertama pengobatan yang sebaiknya dilakukan seorang muslim ketika tertimpa penyakit. Demikianlah teladan yang dicontohkan para Nabi dan orang-orang shalih terdahulu. Ibnu Taimiyyah berkata, “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya”
(Lihat Kitab Kayfa Tu’aliju Maridhaka bi ar-ruqyah asy-syar’iyyah)

Meruqyah diri sendiri, kenapa tidak?

Ruqyah dapat dilakukan oleh setiap muslim, dan tidak harus dilakukan oleh seorang ustaz/kiayi. Ketika seseorang tertimpa suatu penyakit, dia dapat meruqyah dirinya sendiri dengan membaca bacaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meruqyah diri sendiri ketika tertimpa penyakit pada asalnya justru lebih baik daripada ia diruqyah oleh orang lain. Hal ini karena ruqyah merupakan bentuk doa kepada Allah, dan doa seseorang untuk dirinya sendiri yang sedang menderita suatu penyakit akan lebih berbekas dan membuahkan doa yang lebih tulus serta rasa harap kepada Allah yang lebih agung daripada ketika dia diruqyah oleh orang lain. (Lihat kitab Ariq Nafsaka wa Ahlaka bi Nafsika)

Untuk itu sudah sepantasnya setiap muslim mengetahui bagaiamana cara meruqyah yang benar, sebagai bekal ketika ia menghadapi cobaan dan gangguan penyakit.

Agar ruqyah sesuai syariah

Sesungguhnya hanya Allah-lah yang dapat memberikan kesembuhan kepada hamba-Nya yang sedang sakit. Maka sudah seharusnya, seseorang hanya memohon kesembuhan kepada Allah, bukan kepada sesama makhluk, siapa pun itu. Termasuk dalam ruqyah, tentunya terdapat batasan-batasan agar ruqyah yang dilakukan sesuai dengan koridor syariat Islam. Para ulama menjelaskan di antara kriteria-kriteria tersebut:

Pertama, bacaan-bacaan ruqyah harus berasal dari ayat-ayat Al-Quran, nama dan sifat-Nya, serta doa dan dzikir yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua, doa ruqyah dilafadzkan dalam bahasa Arab atau dalam kalimat-kalimat yang memiliki makna, bukan jampi-jampi yang sepintas terdengar seperti doa.

Ketiga, orang yang meruqyah dan diruqyah harus meyakini bahwa kesembuhan yang diinginkan bukan karena zat ruqyah itu sendiri, bukan pula karena kemampuan dan kehebatan orang yang meruqyah, namun semata-mata karena izin Allah ‘Azza wa Jalla,dan ruqyah hanyalah sebagai sebab datangnya manfaat tersebut (Lihat kitab Ariq Nafsaka wa Ahlaka bi Nafsika).

Keempat, ruqyah yang dibacakan tidak mengandung sihir dan tidak dibaca oleh seorang penyihir, semisal mengandung doa yang ditujukan kepada selain Allah, atau mensyaratkan orang yang diruqyah untuk membawa sesuatu yang tidak diajarkan oleh syariat Islam.

Bersamaan dengan ruqyah yang kita lakukan, kita harus menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al-Quran dan doa-doa yang dibaca, agar semakin besar rasa tawakkal kita kepada Allah.

Sebenarnya seluruh ayat-ayat di dalam Al-Quran dapat dibaca ketika melakukan ruqyah. Namun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kali mencontohkan secara khusus surat-surat yang dibaca ketika melakukan ruqyah, seperti membaca surat Al Fatihah, Al Falaq, An-Naas, Al-Ikhlash, Al-Kaafirun, ayat kursi, dan sebagainya. Akan tetapi, membaca ayat-ayat yang lain pun juga diperbolehkan.

Mengharap kesembuhan, mendatangkan murka

Keempat syarat tersebut di atas perlu diperhatikan dengan baik, karena dewasa ini betapa banyak dukun yang berpenampilan Islami, yang menawarkan ruqyah dengan membacakan jampi-jampi syirik yang sepintas terdengar seperti doa yang tidak jelas maknanya dan tidak diajarkan oleh Nabi, padahal terkadang isi jampi-jampi tersebut adalah pujian-pujian kepada setan atau bentuk kesyirikan lainnya. Atau pengobatan-pengobatan yang menjanjikan kesembuhan secara instan untuk segala penyakit, yang membuat berpindahnya tawakkal kepada Allah menjadi kepada makhluk. Contoh lainnya adalah pengobatan instan dengan cara memindahkan penyakit ke hewan dengan bantuan jin. Praktek-praktek tersebut adalah kesalahan-kesalahan yang tidak boleh dilakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik(Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani).

Berserah diri kepada Allah

Sesungguhnya kesembuhan yang kita inginkan hanya berasal dari Allah. Maka sudah sepantasnya kita hanya bersandar dan berserah diri kepada-Nya. Termasuk dalam melakukan ruqyah, kita tidak boleh menggantungkan harapan kita kepada orang yang meruqyah atau proses ruqyah itu sendiri. Kita harus meyakini, bahwa ruqyah yang kita lakukan tidak akan memberikan pengaruh kecuali atas izin Allah Ta’ala. Dalam berobat, semakin besar rasa tawakkal/berserah diri kita kepada Allah, maka akan semakin besar pula nilainya di sisi Allah, dan tawakkal ini merupakan sebab terbesar datangnya kesembuhan dari Allah.

Demikian, semoga Allah memberikan al-‘afiyah (kesehatan dan keselamatan) kepada kita, di dunia dan di akhirat. Wa shallallaaahu wa sallama ‘alaa nabiyyinaa Muhammad. Walhamdulillaahirabbil ‘alamiin.

Sumber: Kitab Kayfa Tu’aliju Maridhaka bi Ar-ruqyah Asy-syar’iyyah, kitab Ariq Nafsaka wa Ahlaka bi Nafsika.

Disusun oleh: Wildan Salsabila, S.Farm, Apt. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi)

Dimurajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/ruqyah-pengobatan-pilihan-utama/